18.1.14

Tradisi Pernikahan Adat Masyarakat Tionghoa

  No comments    
categories: ,
   


 Pada era modern ini, sebagian besar dari masyarakat Tionghoa masih melestarikan beberapa tradisi dan budaya mereka. Tradisi dan budaya tersebut secara turun-menurun diwariskan dari leluhur mereka. Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba membahas salah satu tradisi masyarakat Tionghoa yang masih dilestarikan sampai saat ini, yaitu adat pernikahan masyarakat Tionghoa.

     Pada dasarnya, disetiap tradisi pernikahan memiliki tahapan-tahapan pernikahan secara adat yang hampir sama. Misalnya saja, ada acara lamaran, seserahan, pesta bujang, resepsi pernikahan dan lain sebagainya. Begitu juga dengan adat pernikahan masyarakat Tionghoa. Namun, ada yang berbeda dari adat pernikahan masyarakat Tionghoa ini seperti isi dalam seserahan (sangjit) yang biasa dilakukan setelah acara lamaran. Dalam penenutuan jumlah baki seserahan biasanya ditentukan pada saat malam lamaran, jumlah baki dalam tradisi Tionghoa ini biasanya berjumlah 6/8. Sangjit ini disediakan oleh kedua mempelai pengantin, sangjit yang disediakan oleh mempelai wanita bersifat sangjit balasan dari sangjit mempelai pria. Isi baki sangjit mempelai pria tersebut antara lain:
  • Baki 1 : Uang, yang terdiri dari uang sangjit (uang pernikahan) dan uang susu (uang untuk menggantikan jasa ibu yang membesarkan anaknya). Sepasang lilin merah dan perhiasan.
  • Baki 2 : Pakaian dan perlengkapan
  • Baki 3 : Pakaian, sepatu dan perlengkapan lainnya untuk mempelai wanita
  • Baki 4 : Kue-kue
  • Baki 5 : Gula-gula dan manisan
  • Baki 6 : Buah-buahan
  • Baki 7 : Makanan belum jadi
  • Baki 8 : Anggur dan arak
Baki balasan yang disiapkan oleh mempelai wanita tidak jauh berbeda dengan isi baki sangjit mempelai pria, seperti:
  • Baki 1 : Uang, yang terdiri dari uang sangjit (uang pernikahan, boleh tidak diterima atau hanya diterima setengahnya) dan uang susu (uang untuk menggantikan jasa ibu yang membesarkan anaknya) dan sepasang lilin merah.
  • Baki 2 : Sprei dan perlengkapan kamar pengantin
  • Baki 3 : Pakaian, sepatu dan perlengkapan lainnya untuk mempelai pria
  • Baki 4 : Kue-kue
  • Baki 5 : Gula-gula dan manisan
  • Baki 6 : Buah-buahan
  • Baki 7 : Makanan matang
  • Baki 8 : Anggur dan arak
     Setelah acara lamaran dan seserahan, kemudian ada acara pesta bujang. Dalam adat pernikahan masyarakat Tionghoa acara pesta bujang ini disajikan dengan cara yang unik dan memiliki makna yang cukup mendalam. Pesta bujang ini diadakan dirumah kedua mempelai pengantin. Dirumah mempelai wanita, mempelai wanita duduk diatas tampah/ karpet bundar dan dihadapannya ada sebuah gentong (baskom sedang) yang berisi: beras, simbol agama, cermin, benang 7 warna, pedang/ pisau, pelita, gunting, timbangan dan sisir. Makna dari isi gentong tersebut adalah:
  • Beras : Kesejahteraan hidup, kemakmuran dan juga sebagai simbol seorang istri harus menyiapkan makanan untuk keluarga.
  • Simbol agama : Istri harus taat pada agama, mendidik anak menjadi sholeh dan sholehah
  • Cermin : Setiap saat intropeksi diri sendiri
  • Benang : Kewajiban memelihara pakaian
  • Pedang/ pisau : Untuk suami agar menjadi ksatria, melindungi keluarga dan juga harga diri
  • Gunting : Sebagai istri harus membantu suami memecahkan masalah
  • Pelita : Terang lahir bathin dan terhindar dari perselingkuhan
  • Timbangan : Agar hidup adil
  • Sisir : Agar kehidupan dalam keluarga menjadi rapi
Kalau ada saudara yang lebih tua belum menikah biasanya kedua mempelai pengantin akan meminta izin terlebih dahulu dengan memberikan pakaian dan juga gunting. Gunting yang diberikan bermaksud untuk menggunting pita yang terlebih dahulu disiapkan didepan pintu kamar sang kakak agar dimudahkan jodohnya. Disaat yang bersamaan dirumah mempelai pria, dilaksanakan juga acara pasang sprei dikamar pengantin yang biasanya dilakukannya oleh ibu-ibu yang memiliki kehidupan keluarga yang suskes. Kemudian, disuruh pula sepasang anak kecil, laki-laki dan perempuan yang berumur sekitar 2-5 tahun untuk melompat-lompat diatas tempat tidur pengantin, hal ini bermakna agar kedua mempelai cepat mendapat momongan.

     Dalam pelaksanaan acara pernikahan, dilaksanankan juga upacara minum teh saat mempelai pria beserta kerabatnya ingin menjemput mempelai wanita dikediaman mempelai wanita. Pada saat upacara minum teh ini awalnya mempelai pria datang dengan dipayungi payung berwarna merah, kemudian pihak keluarga mempelai wanita menyambut mempelai pria. Mempelai pria memberikan hormat terlebih dahulu kepada pihak keluarga mempelai wanita dalam kesempatan ini  disetiap penghormatan diberikan angpao bisa berupa uang maupun emas dan permata, kemudian mempelai wanita datang dengan membawa nampan dan mempelai pria menyuguhkan teh.

     Setelah upacara minum teh dikediaman mempelai wanita, dilaksanakan juga upacara minum teh dikediaman mempelai pria. Kedua mempelai dipayungi payung merah sampai dikediaman mempelai pria, kemudian pihak keluarga mempelai pria menyambut kedua mempelai dengan menyawer dengan uang yang sudah dicampur dengan beras yang berwarna kuning, hal ini bertujuan untuk agar kehidupan pernikahan kedua mempelai diberikan rizki yang berlimpah. Kemudian mempelai pria membawa nampan dan mempelai wanita yang menyuguhkan teh.

     Dalam tradisi ini acara resepsi tidak diadakan dirumah mempelai wanita, melainkan dirumah mempelai pria ataupun gedung. Setelah acara pernikahan selesai, ada tradisi yang lebih unik lagi. Kedua mempelai pengantin bersama dengan teman dan sahabat pergi kekamar pengantin, kemudian untuk "mengusir" teman dan sahabat tersebut kedua mempelai memberikan mereka angpao. ^^

4.1.14

Lagu Anak era 90-an

  No comments    
categories: , ,
               

  

Suatu ketika ditengah masa santai ku, sambil menghabiskan sarapan pagi, aku menonton acara TV yang kebetulan waktu itu meliput aktivitas anak kecil. Untunglah anak tersebut adalah anak dari seorang Public Figure sehingga iya tidak canggung lagi berhadapan dengan beberapa kamera wartawan yg meliputnya. Anak tersebut dengan percaya dirinya menyanyi diatas panggung sambil menari tarian ala goyang pinggul yang ia ciptakan sendiri. Mungkin tidak semua anak mendapat keberanian yang sama dengan anak tersebut, menyanyi dan menari tanpa canggungnya didepan beberapa kamera wartawan.

“punya bakat seni, seperti orang tuanya” gumamku dalam hati.

    Tapi ada pemandangan yang berbeda. Anak sekecil itu menyanyikan lagu-lagu orang dewasa yang entah bagaimana ia bisa menghafal lirik tersebut. Bisa dipastikan ia tidak memahami isi dari lirik lagu yang ia nyanyikan. Suatu hal yang berbeda dengan beberapa tahun kebelakang, tepatnya masa kecilku era tahun 90an. Masa-masa itu banyak sekali pencipta lagu anak-anak dan juga artis cilik. Yah, kita sebut saja beberapa diantara pencipta lagu anak yang popular dimasa itu, seperti; At Mahmud, Ibu Sud dan Pak Kasur. Yang menarik adalah mereka menciptakan lagu anak dengan lirik yang sederhana didengar tetapi, memiliki makna dan filosofi yang mendalam mengenai kehidupan sehari-hari dan juga Indonesia.

    Tidak banyak yang menyadari bahwa amat bermaknanya lirik dari lagu anak karya beliau yang telah dikemas dengan sedemikian rupa tersebut. Sebuah pemandangan yang berbeda dimasa saat ini dimana kita semua bisa dikatakan kehilangan pencipta lagu anak. Ada baik kalau lagu-lagu anak terdahulu kembali dikemas dalam bentuk modern sehingga lagu yang bertemakan "Bermain sambil Belajar" ini dapat dinyanyikan kembali oleh anak-anak masa kini.



Apa ada yang tidak sependapat dengan saya? Mari kita sama-sama mendengar beberapa lagu karya beliau………..



    

Pak Nelayan
Tak kan ada ikan gurih di meja makan
Tanpa ada jerih payah nelayan
Daging ikan sumber gizi bermutu tinggi
Diperlukan semua manusia
Tiap malam mengembara di lautan
Ombak badai menghadang dan menerjang
Pak Nelayan tak gentar dalam dharmanya
Demi kita yang membutuhkan pangan



Peramah dan Sopan - Pak Dal 
l



Pergi Belajar - Ibu Sud



Pemandangan - At Mahmud



Sekuntum Mawar - At Mahmud


Sembari menulis Blog ini saya teringat dengan satu buah lagu anak yang sangat epic  untuk didengar...... 




Sumber: Courtesy of Youtube

2.1.14

Keluarga dalam Masyarakat China

  No comments    
categories: , ,


Cerita China dan sejarah China pada zaman dinasti kaya akan sumber informasi tentang keluarga pada masyarakat China yang pada saat itu terdapat perbedaan antara kelas atas dan kelas menengah dalam masyarakat China. Pada zaman feudal terdapat perbedaan status antara keluarga kerajaan, tokoh terkemuka, dan masyarakat biasa (para petani). Akan tetapi setelah ajaran Konfusius berkembang, perbedaan status dalam masyarakat ini pun berubah.

                                   --------------

Sesuai dengan konsep masyarakat China, istilah keluarga atau unit keluarga dapat terjadi karena hubungan darah, perkawinan, serta untuk medapatkan harta kekayaan. Didalam keluarga terdiri dari orang tua dan anak, saudara dan kerabat dekat yang masih satu marga (sanak famili). Keluarga, sanak famili, dan marga adalah tiga lingkaran konsentris dalam keluarga. Ada tiga tipe variasi dalam keluarga yang dapat dibedakan yaitu:

Á   Keluarga dari hubungan perkawinan, dapat juga disebut keluarga dari hubungan biologis, alami, dan keluarga kecil, yang terdiri dari, suami, istri, dan anak. Selain itu contoh yang termasuk dalam keluarga ini adalah paman, bibi, keponakan, kakak atau abang yang belum menikah.

Á      Keluarga pokok atau keluarga inti, yang terdiri dari suami, istri, anak yang tidak menikah, dan seorang anak laki-laki yang menikah dengan istri dan anak. Ketika hanya seorang dari salah satu orang tua yang masih hidup maka ia akan tinggal dengan anak laki-laki yang tidak mempunyai anak.

Á      Gabungan keluarga atau yang disebut juga keluarga besar, terdiri dari orang tua, anak yang belum menikah,anak laki-laki yang sudah menikah (lebih dari satu), istri dan anak. Terkadang tipe dari keluarga ini mencapai empat sampai lima generasi. Kepala keluarga dalam keluarga tipe ini adalah ayah dari anak laki-laki yang sudah menikah.

Keluarga pokok atau keluarga inti dapat digambarkan sebagai sebuah pembesaran keluarga (memperbanyak keluarga) atau mengurangi jumlah keluarga besar. Dalam masyarakat China jarang sekali keluarga inti untuk mengurangi jumlah keluarga besar, melainkan untuk memperbanyak jumlah keluarga.

Saat berakhirnya zaman feodalisme Dinasti Chin memaksa para petani untuk hidup dalam keluarga dari hubungan perkawinan. Langkah ini digunakan pemerintahan Dinasti Chin untuk melemahkan pengaruh keluarga bangsawan dalam masa Dinasti yang baru. Saat ajaran Konfusius berkembang pada zaman feodalisme ke birokratis, ajaran ini tidak terlalu membahas tentang keluarga besar melainkan cara untuk menjalin hubungan baik antar sesama, misalnya hubungan antara ayah dan anak laki-laki, suami dan istri, kakak dan adik.

Selain itu pada zaman Dinasti Han setiap rumah tangga dikenakan wajib pajak. Wajib pajak ini meliputi seluruh keluarga dalam masyarakat China, bayi tidak termasuk dalam hitungan pajak dan biasanya dalam setiap keluarga tidak melebihi enam sampai delapan orang. Ini adalah ukuran rata-rata dari setiap satu keluarga dari hubungan perkawinan atau keluarga inti.