Pada era modern ini, sebagian besar dari masyarakat Tionghoa masih melestarikan beberapa tradisi dan budaya mereka. Tradisi dan budaya tersebut secara turun-menurun diwariskan dari leluhur mereka. Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba membahas salah satu tradisi masyarakat Tionghoa yang masih dilestarikan sampai saat ini, yaitu adat pernikahan masyarakat Tionghoa.
Pada dasarnya, disetiap tradisi pernikahan memiliki tahapan-tahapan pernikahan secara adat yang hampir sama. Misalnya saja, ada acara lamaran, seserahan, pesta bujang, resepsi pernikahan dan lain sebagainya. Begitu juga dengan adat pernikahan masyarakat Tionghoa. Namun, ada yang berbeda dari adat pernikahan masyarakat Tionghoa ini seperti isi dalam seserahan (sangjit) yang biasa dilakukan setelah acara lamaran. Dalam penenutuan jumlah baki seserahan biasanya ditentukan pada saat malam lamaran, jumlah baki dalam tradisi Tionghoa ini biasanya berjumlah 6/8. Sangjit ini disediakan oleh kedua mempelai pengantin, sangjit yang disediakan oleh mempelai wanita bersifat sangjit balasan dari sangjit mempelai pria. Isi baki sangjit mempelai pria tersebut antara lain:
- Baki 1 : Uang, yang terdiri dari uang sangjit (uang pernikahan) dan uang susu (uang untuk menggantikan jasa ibu yang membesarkan anaknya). Sepasang lilin merah dan perhiasan.
- Baki 2 : Pakaian dan perlengkapan
- Baki 3 : Pakaian, sepatu dan perlengkapan lainnya untuk mempelai wanita
- Baki 4 : Kue-kue
- Baki 5 : Gula-gula dan manisan
- Baki 6 : Buah-buahan
- Baki 7 : Makanan belum jadi
- Baki 8 : Anggur dan arak
- Baki 1 : Uang, yang terdiri dari uang sangjit (uang pernikahan, boleh tidak diterima atau hanya diterima setengahnya) dan uang susu (uang untuk menggantikan jasa ibu yang membesarkan anaknya) dan sepasang lilin merah.
- Baki 2 : Sprei dan perlengkapan kamar pengantin
- Baki 3 : Pakaian, sepatu dan perlengkapan lainnya untuk mempelai pria
- Baki 4 : Kue-kue
- Baki 5 : Gula-gula dan manisan
- Baki 6 : Buah-buahan
- Baki 7 : Makanan matang
- Baki 8 : Anggur dan arak
Setelah acara lamaran dan seserahan, kemudian ada acara pesta bujang. Dalam adat pernikahan masyarakat Tionghoa acara pesta bujang ini disajikan dengan cara yang unik dan memiliki makna yang cukup mendalam. Pesta bujang ini diadakan dirumah kedua mempelai pengantin. Dirumah mempelai wanita, mempelai wanita duduk diatas tampah/ karpet bundar dan dihadapannya ada sebuah gentong (baskom sedang) yang berisi: beras, simbol agama, cermin, benang 7 warna, pedang/ pisau, pelita, gunting, timbangan dan sisir. Makna dari isi gentong tersebut adalah:
- Beras : Kesejahteraan hidup, kemakmuran dan juga sebagai simbol seorang istri harus menyiapkan makanan untuk keluarga.
- Simbol agama : Istri harus taat pada agama, mendidik anak menjadi sholeh dan sholehah
- Cermin : Setiap saat intropeksi diri sendiri
- Benang : Kewajiban memelihara pakaian
- Pedang/ pisau : Untuk suami agar menjadi ksatria, melindungi keluarga dan juga harga diri
- Gunting : Sebagai istri harus membantu suami memecahkan masalah
- Pelita : Terang lahir bathin dan terhindar dari perselingkuhan
- Timbangan : Agar hidup adil
- Sisir : Agar kehidupan dalam keluarga menjadi rapi
Kalau ada saudara yang lebih tua belum menikah biasanya kedua mempelai pengantin akan meminta izin terlebih dahulu dengan memberikan pakaian dan juga gunting. Gunting yang diberikan bermaksud untuk menggunting pita yang terlebih dahulu disiapkan didepan pintu kamar sang kakak agar dimudahkan jodohnya. Disaat yang bersamaan dirumah mempelai pria, dilaksanakan juga acara pasang sprei dikamar pengantin yang biasanya dilakukannya oleh ibu-ibu yang memiliki kehidupan keluarga yang suskes. Kemudian, disuruh pula sepasang anak kecil, laki-laki dan perempuan yang berumur sekitar 2-5 tahun untuk melompat-lompat diatas tempat tidur pengantin, hal ini bermakna agar kedua mempelai cepat mendapat momongan.
Dalam pelaksanaan acara pernikahan, dilaksanankan juga upacara minum teh saat mempelai pria beserta kerabatnya ingin menjemput mempelai wanita dikediaman mempelai wanita. Pada saat upacara minum teh ini awalnya mempelai pria datang dengan dipayungi payung berwarna merah, kemudian pihak keluarga mempelai wanita menyambut mempelai pria. Mempelai pria memberikan hormat terlebih dahulu kepada pihak keluarga mempelai wanita dalam kesempatan ini disetiap penghormatan diberikan angpao bisa berupa uang maupun emas dan permata, kemudian mempelai wanita datang dengan membawa nampan dan mempelai pria menyuguhkan teh.
Setelah upacara minum teh dikediaman mempelai wanita, dilaksanakan juga upacara minum teh dikediaman mempelai pria. Kedua mempelai dipayungi payung merah sampai dikediaman mempelai pria, kemudian pihak keluarga mempelai pria menyambut kedua mempelai dengan menyawer dengan uang yang sudah dicampur dengan beras yang berwarna kuning, hal ini bertujuan untuk agar kehidupan pernikahan kedua mempelai diberikan rizki yang berlimpah. Kemudian mempelai pria membawa nampan dan mempelai wanita yang menyuguhkan teh.
Dalam tradisi ini acara resepsi tidak diadakan dirumah mempelai wanita, melainkan dirumah mempelai pria ataupun gedung. Setelah acara pernikahan selesai, ada tradisi yang lebih unik lagi. Kedua mempelai pengantin bersama dengan teman dan sahabat pergi kekamar pengantin, kemudian untuk "mengusir" teman dan sahabat tersebut kedua mempelai memberikan mereka angpao. ^^